Kumpulan Syair Berdarah Arya Dwipangga
Kumpulan Puisi Syair Berdarah Karya Arya Dwipangga
Selamat datang para pendekar di gubug saya yang ala kadarnya. Kali ini teecu hendak mempersembahkan pada suhu-suhu sekalian, kumpulan puisi atau syair berdarah hasil karya Pendekar Besar Arya Dwipangga, kakak kandung tokoh utama Tutur Tinular, Arya Kamandanu. Sudah kenal kan dengan sosok Arya Dwipangga si penakluk wanita itu? Kalau belum silahkan Anda buka sejarah singkat Arya Dwipangga.
Baiklah, tanpa banyak basa-basi silahkan Anda simak puisi cinta karya Arya Dwipangga berikut:
Nari Ratih dan Arya Kamandanu |
SYAIR DUKA ARYA DWIPANGGA
Oh betara,
Sudah sulit ku bedakan hidup dan siksa
Setiap nafas dan langkah ku raja derita
Oh betara,
Buka matamu dan saksikan derita ku
Telah kau kalahkan aku dengan tangan perkasamu
Oh betara,
Kini mimpi-mimpiku pun hitam gelap
Segelap bola mata ku
Letih sudah kaki menyelusuri lembah
Tapi,
Perjalanan tidak kunjung usai
Tidak terperih luka
Carut marut oleh onak duri
Oh..
Perih luka ternyata jauh lebih perih jiwa
Gemulung halimun menutup jalan semua jalan
Tapi aku tetap ingin pulang
Dewa,
Kembalikan masa bocahku kedalam jiwa
Jangan peluk akhir perjalananku
Aku masih punyak rindu
Yang belum pupus
Jemariku belum lagi menyentuh bayang-bayang mimpi ku
Jagat dewa batara,
Sejuta kutuk pasu ku tadah dengan dada terbuka
Tapi belum juga kau satukan aku dengan anak-anakku
Oh..
Hanya rindu yang meratapi dosa-dosa
Busuk
Satu-satu
Orok dosaku mengering sudah
Satu-satu
Bayangan masa datang terasa benderang
SYAIR CINTA ARYA DWIPANGGA
Pelangi muncul di atas kurawan
Warnanya indah bukan buatan
Seorang gadis ternganga keheranan
Rambutnya tergerai jatuh ke pangkuan
Sekuntum cempaka sedang mekar ditaman sari desa Manguntur
Kelopaknya indah tersenyum segar
Kan kupetik cempaka itu untuk kubawa tidur malam nanti
Ku buka daun jendela dan terbayang malam yang indah di hiasi chandra kartika
Di bulan Waisya ini
Sepuluh kali aku melewati pintu rumahmu yang masih rapat terkancing dari dalam
Kapan kubuka
Wahai sang dewi puspa
Pelangi itu muncul lagi
Membuat garis melengkung ke langit tinggi
Daun ilalang diterpa angin gemerisik membangunkan tidurku dari mimpi buruk
Di batas tugu yang indah ini ku pahat dengan bermandikan keringat kasih
Kalau kau tatap mega yang berbunga-bunga
Di sanalah aku duduk menunggu pintu maafmu terbuka
Pelangi senja mengantarkan burung-burung pulang ke sarangnya
Domba-domba pulang ke kandangnya
Tapi aku hendak ke mana
Apa yang kulakukan menjadi tak berharga
Selama senyummu masih kau sembunyikan di balik keangkuhan hatimu
Nari Ratih...
Kau adalah sebongkah batu karang
Tapi aku adalah angin yang sabar setia
Sampai langit di atas terbelah dua
Aku akan membelai namamu bagaikan bunga
Jika hari telah tidur di pangkuan malam
Kukirim bisikan hatiku ini bersama angin
Biarpun malam pucat kedinginan
Biarpun bintang merintih di langit yang jauh
Aku akan tidur dengan tenang
Sambil memeluk senyummu dalam kehangatan mimpiku
Aku berkelana mencari cinta ke desa-desa yang jauh
Akhirnya di candi walandit kupuaskan dahagaku
AJIAN KIDUNG PAMUNGKAS ARYA DWIPANGGA
Ketika kata-kata
Sudah tidak bisa menjawab tanya
Maka bahasa pedanglah yang bicara
Bahasa para ksatria
Bahwa bumi menuntut sesaji darah manusia
Pedang
Taring betara kala sedang di amuk murka
Amarahnya menelan rembulan jadi gerhana
Bumi
Gelap pekat menangis air mata merah
Gemerlap kilat pedang menusuk dunia
Darah mengalir dari ujung pedang kekuasaan
Tergelar dari ujung pedang
Sebagaimana derita juga tergelar dari ujung yang sama
syair - syair berdarah
berjalan mengikuti hembusan angin
menapak di sunyinya alur kehidupan
bait demi bait terfatwa mematikan
menusuk dalam jantung kehidupan
merampas hatimu dengan serakah
ku mainkan nada-nada asmara
untuk mengoyak suci menjadi lara
ku renggut paksa indahnya anganmu
wahai ...wanita terlentanglah pasrah
sambut birahiku seribu kutuk
ku desah pelan syair-syair berdarah
merona merah merenda kata
semilir api menyentuh menyungkup
membanjiri tubuhmu beriak membara
mengelora panas dalam gejolak
aku pendekar syair berdarah
setiap desah adalah pujangga
hembusan angin adalah iramaku
menyebar mutiara sang kata cinta
syair berdarah melumat hawa
Pendekar syair berdarah
ku berjalan terseok tanpa arah
melantunkan indah nada nada prahara
merenggut paksa insan bercinta
kutebas murka pedang berdarah
memutus kasih luka kecewa
syair berdarah menyebar angkara
aku tak percaya dengan cinta
sudah kucari ke pelosok dunia
tapi cinta tak punya rasa
hanya bergumul nafsu gairah
takkala cinta dua manusia
menyatu peluh raungan manja
Aku kau usir pergi saat masih ingin menyusuri padang hatimu
Kini biarkanlah jalanku berlinang darah
rembulan memapahku perlahan menuju maut abadi...
"Aku datang dari balik kabut hitam
Aku mengarungi samudera darah
Akulah pangeran kegelapan
Kan kuremas matahari di telapak tanganku
Kan kupecahkan wajah rembulan, pecah terbelah
Dengan KIDUNG PAMUNGKAS
Kan kubuat dunia berwarna merah...!"
"Kematian adalah kidung indah dalam hidupku
kematian tercium dari ujung ujung pedangku
kubeberkan dosa pada setiap tetes darahku
sembari kusiramkan api neraka
ke sekujur tubuhmu..."
"Akan kulumuri wajahmu dengan darah
manusia yang paling terkutuk
kematian didalam nafasku
kematian di ujung ujung pedangku
kata membuat mantra
mantra menyusun daya
daya mantraku
mengunci semua daya
daya mantraku
menyerang pikiran manusia
kiduuuung pamungkaaaaas...!"
"Kepalsuan selalu menipu bumi
yang lembut dan jujur
topeng topeng putih yang semuci suci
selalu laris terjual di pasar pasar
di warung warung
karna terlalu banyak manusia busuK
ingin menutupi kebusukannya
aku datang dari balik kabut merah
terbang melintasi samudra darah
akan ku pecah wajah rembulan malam
akan kubuat isi alam menjadi kelam
akulah pangeran kegelapan
kidung pamungkas !
PUISI ARYA DWIPANGGA - SENDIRI
Malam sang penjaga kalutku
Bukan kuata rindu kugelut
Lain rasa pada wajah seraut
Masih sendiri kembara derita memagut
. . .
Mendebar semesta hati rengut
Kugambar wajahmu pada lembar rerumput
Angin mendera gelap rasa ia rebut
Tuntas kalut, gemelut, jiwamu jiwamu…
. . .
Sedih kudilayangi layang wajahmu
Ingin sauh kulempar jauh
Lembing lengking
Lenyap musnah dalam persinggahan maut
. . .
Apa daya kubenam segala rasa
Dalam gelora lautan darah
Kuturuti hanyut gelora
Nada.. sebersit kata..
. . .
Sendiri
Berbisik rinduku berisik
“Matilah kau Mar..”
PUISI ARYA DWIPANGGA - LENGUH
Menari
Malam nanti rembulan kelabu
Duka menyelimuti kakiku
Linang darah, luka perpisahan
Kabut tebal suara malam
Debur.. Deru..
Alam semesta kutuklah cintaku
Terus kutuk sampai kau puas mengutuk
Ingin kususuri lagi rimbun rambutmu
Dengan dengus rinduku
Ingin kuhirup lagi sepoi
Semerbak wangi pori-porimu
Maharani
Cleopatra
Nariratih
Subadra
Darah ini masih mendebur
Gairah mengguntur
Sampai angkara hancur lebur
Cinta.. cinta..
padamu tak kunjung hancur
Masih kusimpan sisa desahmu
Lenguhmu
PUISI ARYA DWIPANGGA - DENDAM ABADI
Jangan ada suara kalau syairku sedang bicara
Karena suaraku ingin memutar balik cakra dunia
Kenapa orang bijak bicara dengan jumawa
Tidak ada yang abadi di dunia ini
Kecuali ketidakabadian itu sendiri
Padahal duka hidupku abadi
Luka hatiku abadi
Pagi mengusir malam
Siang menghardik embun
Dan malam menelan matahari juga abadi
Dari waktu ke waktu
Sampai ratusan abad sejak alam mayapada
Digelar para dewa
Dendamku pada Kamandanu juga abadi
Begitu juga dendamku pada nasib juga abadi
oooh...
Akan kutebar gelembung dendam rahwana
Menyebar ke seluruh mayapada
Menutup kayangan di puncak Mahameru
Demikian suhu yang bisa persembahkan tentang Kumpulan puisi / Syair Berdarah karya Arya Dwipangga. Jika anda mempunyai koleksi lainnya, mohon sudi berbagi melalui kolom komentar di bawah ini. Nanti akan saya cantumkan di postingan ini beserta sumbernya. Terima kasih. Salam.
syair yang mana untuk menaklukkan meysin?
ReplyDeleteajian kidung pamungkas.... ciaatttt...
ReplyDeleteAku datang dr balik kabut merah,aku terbang melintasi samudra darah akulah pangeran kegelapan...glodaaakkkk...
ReplyDeleteOpo tow iki???
ReplyDeleteHahaaaa
ReplyDeleteWaah ada yaaa tmyg inisiatif ngumpulin syair Arya Dwipangga
ReplyDeleteEmmmm asyik asyik..
Syair pertama dwi pangga untuk mei shin ;
ReplyDeleteBurung merak melayang menyelinap ke istana awan ,
Ditahtanya dia rentangkan sayap ,
Dari dadanya semurat sinar rembulan ✔
maaf mau tanya,, jaman majapahit bahasa kesehariannya pake bahasa indonesia ya? apa syair2 diatas hasil translate atau gimana??
ReplyDeleteDwi pangga hanya tokoh fiktif dlm film bro....dalam sejarah tdk ada..setahuku bgtu
DeleteMantab..
ReplyDeleteizin gan baca syair - syairnya
ReplyDeletekeren banget jaman sekarang jarang di temui
ReplyDeletebergidik aku membacanya..
ReplyDeletemantap..pengarang aslinya siapa ya
ReplyDeleteS. Tijab
DeleteNitip satu puisi karya sendiri smoga masuk kategori
ReplyDeleteCinta Tiada pasti risalah apa yg kau bawa
tak jarang kau menjelma laksana rembulan yg menerangi sudut gelap hati manusia tp tak elak terkadang kau juga nampak seperti api yang melalap jiwa
Kau hempaskan sendi sendi moraliti pada birahi
tp kau juga satukan Jiwa jiwa hampa dalam buaian kasih
Separuh jiwa mengagungkan citra dan karismamu
sebagian jiwa merengkuhmu pada persemayaman dosa kalbu
Cinta, asmara membalutmu pada dua arti "antara cinta dan nafsu"
Sedikit mirip karya K.G.
DeleteJangan ada suara kalau syairku sedang bicara
ReplyDeleteKarena suaraku ingin memutar balik cakra dunia
Mantaaap👍
ReplyDelete